Fungsi perpustakaan sesuai amanat UU No. 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan, yaitu sebagai wahana pendidikan, penelitian, informasi, pelestarian, dan rekreasi, yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Dapat dikatakan, perpustakaan berperan sebagai pusat belajar sepanjang hayat di tengah masyarakat. Layanan perpustakaan yang umumnya dimanfaatkan oleh pemustaka di antaranya layanan sirkulasi dan referensi, biasanya diakses secara langsung dengan mendatangi gedung perpustakaan. Namun, saat pandemi sekarang ini, dengan berbagai keterbatasan, perpustakaan dituntut untuk berinovasi dalam melayani pemustaka agar tetap dapat memberikan layanan prima sebagaimana kondisi normal. “Setelah pandemi, semuanya berubah,” tegas Titiek Kismiyati, Pustakawan Utama, saat menjadi narasumber pada Webinar “25 Tahun Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca”, Selasa (15/9).
“Ada beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai prinsip layanan perpustakaan di masa pandemi, yaitu layanan perpustakaan tetap dibuka dengan memperhatikan kebijakan dan status wilayah Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah agar perpustakaan tidak menjadi klaster penularan baru, kesehatan tenaga perpustakaan dan pemustaka merupakan prioritas, perpustakaan ikut berperan menggerakkan perekonomian masyarakat, dan perpustakaan mengembangkan kerja sama dengan banyak pihak,” urai Titiek. Lebih lanjut ia kemudian menjelaskan bahwa terdapat tiga strategi yang dapat diterapkan oleh perpustakaan sesuai dengan kondisi wilayah suatu perpustakaan, yaitu tatap muka, tatap muka dan non-tatap muka, dan virtual.
Perpustakaan yang berada di zona hijau dan kuning tetap dapat menerapkan layanan perpustakaan tatap muka, tetapi secara terbatas. Layanan secara terbatas ini diterapkan sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku, yaitu pengukuran suhu, penggunaan masker, penyediaan hand sanitizer/tempat cuci tangan dan sabun, pembatasan jarak, pengurangan kapasitas pemustaka, penyemprotan disinfektan, dan karantina koleksi perpustakaan setelah dikembalikan selama 3 (tiga) hari.
Strategi yang kedua dapat diterapkan pada perpustakaan di zona hijau dan kuning. Layanan yang disediakan terdiri dari layanan onsite -seperti pada strategi pertama- dan online. Dengan demikian, perpustakaan harus mengembangkan sumber daya perpustakaan yang mendukung layanan online, seperti dengan menyediakan koleksi digital, menciptakan inovasi penyampaian layanan perpustakaan secara online, dan menyediakan jaringan internet dan wifi.
Strategi yang ketiga, yaitu layanan virtual diterapkan di perpustakaan yang berada di zona oranye dan merah, di mana risiko penularan Covid-19 tinggi. Perpustakaan harus menggunakan media yang memungkinkan pemustaka memanfaatkan layanan perpustakaan tanpa harus datang ke perpustakaan, bekerja sama dengan perpustakaan lain karena tidak mungkin suatu perpustakaan memiliki semua koleksi yang dibutuhkan, serta lembaga lain dalam hal pengiriman koleksi. Oleh karena itu, perpustakaan selain meningkatkan kompetensi pustakawan, juga harus memperkuat layanan digital, yaitu dalam hal penyediaan koleksi, layanan sirkulasi, referensi, dan penyelenggaraan kegiatan secara online.
"Sudah menjadi keniscayaan di era digital bahwa layanan perpustakaan nantinya akan lebih banyak secara online dan walaupun pandemi sudah lewat, layanan seperti ini akan lebih banyak berkembang," pungkas Titiek.
Sumber : https://www.perpusnas.go.id/news-detail.php?lang=id&id=2009150304447lLkHAz6Yu