budaya-baca

Membaca adalah kunci bagi upaya memajukan bangsa. Dengan membaca berarti orang memberikan nutrisi bagi otak. Berbagai informasi, termasuk ilmu pengetahuan akan diserap dan diolah melalui proses membaca. Dari membaca itulah kualitas sumber daya manusia akan meningkat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa membaca merupakan kunci bagi kemajuan bangsa.

Bagi masyarakat yang berbudaya akademik, membaca merupakan dahaga yang tidak pernah ada ujungnya. Semakin banyak membaca maka akan semakin mendorong rasa ingin tahu dalam dirinya, sehingga tidak ada waktu luang yang terbuang dalam kehidupannya. Pemandangan semacam itu barangkali dapat dilihat dari tayangan media massa khususnya televisi. Betapa di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, Eropa, membaca sudah merupakan bagian dari kehidupan mereka. Tidak pandang strata sosial, profesi, usia, ruang dan waktu. Mereka senantiasa akrab dengan buku. Sambil menunggu bis atau kereta mereka asyik membaca buku, bukan mengobrol. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan di Indonesia. Jangankan di terminal bis atau di stasiun kereta, di perpustakaan pun sepi pengunjung. Kantin menjadi tempat favorit mereka untuk mengobrol atau asyik bercanda dengan handphone mereka. Tidak sebatas perpustakaan sekolah, di kampus-kampus pun lebih banyak mahasiswa yang lebih suka mengobrol di kantin daripada membaca. Apalagi masyarakat awam. Hal ini diperparah dengan serbuan teknologi komunikasi, khususnya handphone. Ketidaksiapan masyarakat kita, termasuk masyarakat terpelajar, berkembangnya teknologi ini menjadikan munculnya culture shock atau keterkejutan budaya dikalangan masyarakat Indonesia. Apalagi dengan kehadiran facebook dan twiter. Pemandangan yang dapat disaksikan sehari-hari adalah bahwa generasi muda kita seperti mabuk teknologi informasi. Toffler mengatakan bahwa perubahan glogal memiliki dampak luas bukan sekadar liberalisasi perdagangan tetapi juga berbagai tata kehidupan serta terobosan-terobosan di bidang teknologi canggih.

Dalam proses belajar mengajar, antara guru, siswa, dan buku merupakan komponen yang tidak terpisahkan. Untuk menstranfer ilmu pengetahuan guru harus membaca. Untuk meningkatkan pengetahuan murid juga harus membaca. Jadi membaca merupakan ruh dalam proses belajar mengajar. Lebih dari itu pendidikan bukan sekadar mengasah kemampuan intelektual tetapi juga bertujuan untuk menciptakan manusia yang dapat memahami jati dirinya sendiri.